BAGAIMANA cara Anda ungkapkan cinta pada anak? Sudah tepatkah cara itu?
Cinta adalah masalah yang kompleks. Bila tidak, kita tidak akan punya sedemikian banyak pujangga atau pengarang lagu.
Dalam konteks keluarga, orang tua pastilah ingin mengekspresikan cintanya kepada anak dengan selalu berupaya membahagiakan buah hatinya. Mereka ingin selalu dapat memberi pujian dan pelukan hangat, melayani kebutuhan anak, dan, mungkin saja, membelikan apa pun yang diminta anak. Semua dilakukan atas nama cinta.
Tapi, sejauh mana ekspresi cinta itu? Di manakah batasnya? Kapan kita tahu bahwa kita telah berlebihan mencintai anak? Ini persoalan gampang-gampang susah. Banyak orang sulit mengatakan “tidak” pada buah hati. Apalagi bila kita tahu betapa cinta itu sangat diperlukan bagi perkembangan si kecil, termasuk dalam soal kesehatan fisik.
Yudiana Ratnasari, Psi. , dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menyatakan, ekspresi cinta orang tua pada anak akan mempengaruhi proses tumbuh kembangnya.
“Di lima tahun pertama usianya, anak tengah mencari rasa aman. Ini didapat ketika ia merasakan anggota-anggota keluarga mencintainya. Rasa aman lebih lanjut akan mengembangkan rasa percaya diri dan konsep diri anak kelak. Ekspresi cinta yang terus dirasakannya juga akan mengajarkan anak untuk berempati pada orang lain, dan mendukung proses trust building anak pada individu lain,” katanya.
Tapi sekali lagi, sangat mungkin bagi orang tua untuk mencintai dengan cara yang kurang bijaksana. Ini misalnya terjadi bila kita terlalu mengutamakan cara yang bersifat materialistis. Membelikan mainan atau barang bagi si kecil secara nonstop atau selalu mengabulkan rengekannya bukanlah cara yang tepat. “ Money can’t buy love ,” kita ingat saja lirik lagu Beatles itu.
Masalah terbesar dengan tabiat ini ialah ia dapat menghambat tumbuhnya rasa empati pada anak. Si kecil lama-kelamaan akan menjadi kurang sensitif pada lingkungannya jika ia terlalu mengasosiasikan cinta dengan mainan atau cindera mata, meskipun terlalu banyak sanjungan juga berpotensi untuk berdampak serupa.
“Justru bila orang tua terlalu berlebihan mengekspresikan rasa cintanya pada anak, membuat anak terbiasa memusatkan cinta ini pada diri sendiri. Ia akan terus menuntut dan mengharapkan orang lain terus memberinya cinta. Akibatnya, anak tak mampu membina empathic complex, yaitu pertalian emosional dengan orang lain,” demikian kata Yudiana lagi.
Yang Wajar, Yang Hangat
Jadi bagaimana menemukan batasan yang tepat? Memang tidak ada ilmu eksaktanya. Cara terbaik ialah dengan sedikit berintrospeksi. Tanyailah diri Anda sendiri, bagaimana cara mengekspresikan keistimewaan si kecil dengan cara yang wajar, hangat dan istimewa. (Rasanya, setiap minggu menggosok kartu kredit di toko mainan bukanlah cara yang hangat dan istimewa. Coba bandingkan dengan meluangkan waktu untuk bermain “ make-belief ” bersama.)
Maya Soraya (33 tahun) ibu rumah tangga dan ibu dua anak di Jakarta mengungkapkan, “Saya selalu mengatakan ‘ I love you’ pada kedua anak saya, Naura (8 tahun) dan Nibroos (4 tahun) sambil memberi pelukan dan ciuman ketika mereka akan berangkat sekolah, pulang sekolah, dan menjelang tidur.”
Rina Paramita (33 tahun), manajer marketing radio swasta di Semarang dan ibu dari Kirana (4,5 tahun) dan Zenna (5 bulan) mengekspresikan rasa cintanya dengan cara yang lain.
“Dalam kehidupan sehari-hari, saya berusaha menyatakan cinta pada dua anak saya dengan selalu berusaha mengurus mereka di pagi hari sebelum saya berangkat kerja. Saya mandikan. Saya pakaikan baju, dan saya urus perlengkapan mereka. Baru di akhir minggu, saya curahkan perhatian sepenuhnya kepada Kirana dan Zenna dengan menangani sendiri semua kebutuhan mereka, walau terkadang tak luput juga ada bantuan dari pengasuhnya,” ungkap Rina terus terang.
Musisi Gilang Ramadhan (41 tahun) punya cara tersendiri untuk menyatakan cintanya kepada Pruistine (2,5 tahun), dan Charlotte (1 tahun).“ Kadang-kadang saya juga mandi bersama mereka. Saya pikir mumpung mereka masih kecil, jadi masih bisa kami lakukan bersama,” cerita drummer, suami Shahnaz Haque, ini dengan gembira.
Terbukalah!
Melihat contoh-contoh ini, mungkin Anda berpikir, dari mana kita bisa mendapat ide untuk mengekspresikan cinta bagi si kecil? Bagaimana caranya yang cerdas, asyik dan orisinal? (Ehm, ternyata tidak jauh rumitnya dengan mengekspresikan cinta ketika masih pacaran).
Ternyata baik Gilang, Maya dan Rina bersikap relatif terbuka. Mereka selalu mencari informasi, melihat hidup dan juga melihat masa kecil mereka sendiri untuk mendapat ide.
“Orang tua saya dulu tidak seekspresif saya menyatakan cintanya pada anak. Mereka tidak memberikan pelukan, ciuman, seperti yang saya lakukan sekarang. Saya banyak belajar dari pengalaman hidup, membaca buku, dan mengadopsi nilai-nilai yang baik dari lingkungan sekitar untuk saya terapkan pada keluarga saya,” papar Maya.
Pengalaman serupa dialami Gilang. “Dulu ketika kecil, ibu saya sekolah lagi ke luar negeri. Saya dan kakak tinggal di rumah nenek. Mungkin dari sini saya melihat dan mencoba mengoreksi kesalahan orang tua saya agar saya dapat lebih maksimal dan komplet memberikan cinta pada anak-anak saya,” ungkap Gilang.
Semakin terbukanya kesempatan individu melihat dunia dan kemudahan mengakses sumber informasi, membantu orang tua memperoleh referensi mengenai pengasuhan anak ..
Mencintai itu memang itu keperluan hidup. Lain kali kita tergoda untuk lagi-lagi belanja mainan bagi si kecil, ingat saja apa yang pernah ditulis penulis masyhur Ralph Waldo Emerson, “ The only gift is a portion of thyself. ” (Diambil dari tulisan Cherry Riadi Lukman/ayahbunda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar