Senin, 30 Agustus 2010

CAHAYAMU...



Subuh yang dingin ini
Mahabbah-MU...dalam bilik sepi
Tunjukkanlah padaku jalan pulangku
Dalam cahaya seribu bulan impian

Jiwa ini kian kerontang
Sepi dari kehangatan mata batin
Dalam samudra Rahmatan Lil'Alamin
Di Subuh Ramadhan MU...

Mahabbah-MU wahai Maha Pengasih
Telah tertebar...namun tak tertangkap
Jiwa mereka yang kering
Penuh sesak dunia dan segala isinya

Dalam bilik sepi di Ramadhan-MU yang suci
Biarkanlah Seribu bulan-MU membasuh
Dingin...dingin...jiwa yang meranggas
Penuh sesak nafs...dunia yang palsu

Jalan panjang fatamorgana hidup
Nafasku kian sesak...
Dalam bilik sepi kucari cahaya-MU
Cahaya seribu Bulan-MU

Ramadhan Suci 31 Agustus 2010
Makassar, pukul 2:50

ANAK

Anak anak adalah jiwa-jiwa yang tumbuh
Sebelum subuh menghilang
Dibalik cakrawala mereka naik bersama matahari
Menerangi, memanaskan
Bahkan menghacurkan pada masa tak diakui
Anak-anak adalah para anakku,
Ujianku, dan sedihku...
Anak-anak adalah panahku
melesak jauh ke depan ketika aku punah
membawa kabar ku jauh jauh sesudah ku !
Anak-anak Indonesia adalah anakku, anakmu, anak kita semua !
JanGan biarkan zaman melumpuhkan nya.
gempitalah melawan, melindungi dari kezaliman
Suatu, masa merekalah yang datang menitip doa
dan bunga-bunga dan sejarah di atas nisan
Para kita yang telah kembali.

SELAMAT HARI ANAK INDONESIA !

(sajak Marshal Muda Naim Sajati)

CARA BIJAK MENCINTAI ANAK

BAGAIMANA cara Anda ungkapkan cinta pada anak? Sudah tepatkah cara itu?
Cinta adalah masalah yang kompleks. Bila tidak, kita tidak akan punya sedemikian banyak pujangga atau pengarang lagu.
Dalam konteks keluarga, orang tua pastilah ingin mengekspresikan cintanya kepada anak dengan selalu berupaya membahagiakan buah hatinya. Mereka ingin selalu dapat memberi pujian dan pelukan hangat, melayani kebutuhan anak, dan, mungkin saja, membelikan apa pun yang diminta anak. Semua dilakukan atas nama cinta.
Tapi, sejauh mana ekspresi cinta itu? Di manakah batasnya? Kapan kita tahu bahwa kita telah berlebihan mencintai anak? Ini persoalan gampang-gampang susah. Banyak orang sulit mengatakan “tidak” pada buah hati. Apalagi bila kita tahu betapa cinta itu sangat diperlukan bagi perkembangan si kecil, termasuk dalam soal kesehatan fisik.
Yudiana Ratnasari, Psi. , dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menyatakan, ekspresi cinta orang tua pada anak akan mempengaruhi proses tumbuh kembangnya.
“Di lima tahun pertama usianya, anak tengah mencari rasa aman. Ini didapat ketika ia merasakan anggota-anggota keluarga mencintainya. Rasa aman lebih lanjut akan mengembangkan rasa percaya diri dan konsep diri anak kelak. Ekspresi cinta yang terus dirasakannya juga akan mengajarkan anak untuk berempati pada orang lain, dan mendukung proses trust building anak pada individu lain,” katanya.
Tapi sekali lagi, sangat mungkin bagi orang tua untuk mencintai dengan cara yang kurang bijaksana. Ini misalnya terjadi bila kita terlalu mengutamakan cara yang bersifat materialistis. Membelikan mainan atau barang bagi si kecil secara nonstop atau selalu mengabulkan rengekannya bukanlah cara yang tepat. “ Money can’t buy love ,” kita ingat saja lirik lagu Beatles itu.
Masalah terbesar dengan tabiat ini ialah ia dapat menghambat tumbuhnya rasa empati pada anak. Si kecil lama-kelamaan akan menjadi kurang sensitif pada lingkungannya jika ia terlalu mengasosiasikan cinta dengan mainan atau cindera mata, meskipun terlalu banyak sanjungan juga berpotensi untuk berdampak serupa.
“Justru bila orang tua terlalu berlebihan mengekspresikan rasa cintanya pada anak, membuat anak terbiasa memusatkan cinta ini pada diri sendiri. Ia akan terus menuntut dan mengharapkan orang lain terus memberinya cinta. Akibatnya, anak tak mampu membina empathic complex, yaitu pertalian emosional dengan orang lain,” demikian kata Yudiana lagi.
Yang Wajar, Yang Hangat
Jadi bagaimana menemukan batasan yang tepat? Memang tidak ada ilmu eksaktanya. Cara terbaik ialah dengan sedikit berintrospeksi. Tanyailah diri Anda sendiri, bagaimana cara mengekspresikan keistimewaan si kecil dengan cara yang wajar, hangat dan istimewa. (Rasanya, setiap minggu menggosok kartu kredit di toko mainan bukanlah cara yang hangat dan istimewa. Coba bandingkan dengan meluangkan waktu untuk bermain “ make-belief ” bersama.)
Maya Soraya (33 tahun) ibu rumah tangga dan ibu dua anak di Jakarta mengungkapkan, “Saya selalu mengatakan ‘ I love you’ pada kedua anak saya, Naura (8 tahun) dan Nibroos (4 tahun) sambil memberi pelukan dan ciuman ketika mereka akan berangkat sekolah, pulang sekolah, dan menjelang tidur.”
Rina Paramita (33 tahun), manajer marketing radio swasta di Semarang dan ibu dari Kirana (4,5 tahun) dan Zenna (5 bulan) mengekspresikan rasa cintanya dengan cara yang lain.
“Dalam kehidupan sehari-hari, saya berusaha menyatakan cinta pada dua anak saya dengan selalu berusaha mengurus mereka di pagi hari sebelum saya berangkat kerja. Saya mandikan. Saya pakaikan baju, dan saya urus perlengkapan mereka. Baru di akhir minggu, saya curahkan perhatian sepenuhnya kepada Kirana dan Zenna dengan menangani sendiri semua kebutuhan mereka, walau terkadang tak luput juga ada bantuan dari pengasuhnya,” ungkap Rina terus terang.
Musisi Gilang Ramadhan (41 tahun) punya cara tersendiri untuk menyatakan cintanya kepada Pruistine (2,5 tahun), dan Charlotte (1 tahun).“ Kadang-kadang saya juga mandi bersama mereka. Saya pikir mumpung mereka masih kecil, jadi masih bisa kami lakukan bersama,” cerita drummer, suami Shahnaz Haque, ini dengan gembira.
Terbukalah!
Melihat contoh-contoh ini, mungkin Anda berpikir, dari mana kita bisa mendapat ide untuk mengekspresikan cinta bagi si kecil? Bagaimana caranya yang cerdas, asyik dan orisinal? (Ehm, ternyata tidak jauh rumitnya dengan mengekspresikan cinta ketika masih pacaran).
Ternyata baik Gilang, Maya dan Rina bersikap relatif terbuka. Mereka selalu mencari informasi, melihat hidup dan juga melihat masa kecil mereka sendiri untuk mendapat ide.
“Orang tua saya dulu tidak seekspresif saya menyatakan cintanya pada anak. Mereka tidak memberikan pelukan, ciuman, seperti yang saya lakukan sekarang. Saya banyak belajar dari pengalaman hidup, membaca buku, dan mengadopsi nilai-nilai yang baik dari lingkungan sekitar untuk saya terapkan pada keluarga saya,” papar Maya.
Pengalaman serupa dialami Gilang. “Dulu ketika kecil, ibu saya sekolah lagi ke luar negeri. Saya dan kakak tinggal di rumah nenek. Mungkin dari sini saya melihat dan mencoba mengoreksi kesalahan orang tua saya agar saya dapat lebih maksimal dan komplet memberikan cinta pada anak-anak saya,” ungkap Gilang.
Semakin terbukanya kesempatan individu melihat dunia dan kemudahan mengakses sumber informasi, membantu orang tua memperoleh referensi mengenai pengasuhan anak ..
Mencintai itu memang itu keperluan hidup. Lain kali kita tergoda untuk lagi-lagi belanja mainan bagi si kecil, ingat saja apa yang pernah ditulis penulis masyhur Ralph Waldo Emerson, “ The only gift is a portion of thyself. ” (Diambil dari tulisan Cherry Riadi Lukman/ayahbunda)

MENGATASI RASA TIDAK PERCAYA PADA PASANGAN

KEPERCAYAAN merupakan kunci hubungan suami-istri yang bahagia. Tanpa kepercayaan akan sukar menjalin hubungan yang kekal. Seringkali ketidakpercayaan disebabkan tindakan salah satu pasangan yang mengecewakan pasangannya sehingga susah untuk mempercayainya lagi. Usaha untuk mendapatkan kembali kepercayaan membutuhkan kerjasama kedua belah pihak. Ketidakpercayaan yang berlanjut akan menyebabkan masing-masing berusaha menjauhkan diri dari pasangannya karena mereka merasa tidak dicintai lagi oleh pasangannya. Pada saat timbul rasa tidak percaya apa sebenarnya yang perlu dilakukan ? Bila Anda merasa sulit untuk mempercayai pasangan Anda, tunjukkanlah perasaan yang baik. “Saya merasa tidak dapat mempercayaimu lagi. Saya tahu kamu pasti tidak suka dan frustrasi.” Dari perkataan ini meskipun pasangan Anda tidak suka tapi terlihat bahwa pasangan Anda akan merasa tetap diperhatikan dan dipedulikan perasaannya. Bila pasangan Anda tidak percaya karena suatu hal yang masuk akal, janganlah memaksanya untuk percaya pada Anda. Mungkin sebaiknya Anda mencoba mengatakan “Saya tahu saya dapat dipercaya tapi saya tidak menyalahkanmu karena meragukan saya.” Usaha Anda untuk meyakinkan pasangan mungkin untuk membantu pasangan agar ia lebih lega dan Anda tidak ingin kehilangan dirinya. Bila pikiran bahwa pasangan Anda tidak dapat dipercaya memenuhi pikiran Anda, jadwalkanlah waktu dalam sehari untuk khawatir. Riset menunjukkan bahwa orang yang menyediakan waktu 15–30 menit sehari untuk pikiran obsesif dapat lebih mengendalikan pikiran tersebut. Pikiran tersebut akan kembali dalam waktu yang lain. Katakan pada diri Anda bahwa Anda akan memperhatikan pikiran tersebut pada saat yang lain dan teruskanlah pekerjaan Anda. Lakukan dalam sehari seolah-olah Anda mempercayai pasangan Anda. Bila pasangan Anda terlambat pulang kerja 1 jam, tanyakanlah sebabnya dan bertindaklah seolah-olah Anda mempercayainya. Tanggapilah setiap ketidakpercayaan Anda dengan perkataan seolah-olah Anda mempercayainya. Anda dapat mencoba latihan berikut ini untuk menimbulkan perasaan lebih percaya pada pasangan Anda. Berbaring terlentang dan minta tolong pada pasangan mengangkat kepala Anda 1 atau 2 inch dari lantai. Bersikaplah santai dan biarkan ia menahan kepala Anda tanpa bantuan sedikitpun dari Anda. Pada saat inilah Anda perlu percaya pada pasangan bahwa ia mampu menopang kepala Anda. Dan ia akan tahu betapa sulitnya Anda berusaha untuk mempercayainya sesulit dia mengangkat kepala Anda. Pasangan yang diberi kepercayaan lagi oleh pasangannya akan membuktikan bahwa dirinya dapat dipercaya dan akan lebih mengasihi pasangannya yang memberi kesempatan kedua baginya untuk berubah. Baca juga tips untuk mempertahankan hubungan pasangan suami isteri.(sumber http://www.f-buzz.com)

Rabu, 18 Agustus 2010

NASIHAT UNTUK ISTRI TERCINTA

DUHAI istriku, wanita yang telah Allah takdirkan untuk menjadi ibu dari anakku. Sembahlah Allah semata, jangan pernah engkau menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun yang ada dilangit dan dibumi. Cintailah Allah melebihi kecintaanmu kepadaku. Hanya Allah-lah yang berhak untuk kita cintai melebihi apapun. Janganlah kecintaanmu kepadaku dan anak kita membuat engkau lalai dari mencintai Allah.
Cintailah Allah karena Allah tidak akan pernah menginggalkanmu. Allah adalah yang Maha hidup yang akan selalu bersamamu dan tidak pernah akan meninggalkanmu. Sementara aku suamimu adalah makhlukNya, yang mana aku pasti akan meninggalkanmu, meninggalkan anak kita untuk kembali kepada Dzat yang Maha Kekal.
Cintailah Allah dengan segenap jiwa dan ragamu, mohonlah kepada Allah supaya kelak Allah berkenan memberikan RahmatNya untuk mempertemukan dan menyatukan kita didalam SurgaNya.
Duhai istriku, bilamana Allah memberi kehormatan untuk memanggilku kembali terlebih dulu maka janganlah engkau ratapi kepulanganku. Ketahuilah bahwasannya Allah menjanjikan surga bagi siapa saja yang iklas dan rela apabila diuji dengan kematian orang-orang yang dicintainya. Ketahuilah bahwa aku berdoa kepada Allah untuk menjaga engkau dan anak kita. Allah-lah sebaik-baiknya penjaga amanah. Allah tidak akan menyia-nyiakan doa hambaNya.
Duhai istriku, berbaktilah kepadaku karena ridho Allah adalah ridhoku sebagai suamimu. Surgamu adalah ridhoku. Jadilah istri yang sholehah karena engkau adalah ibu dari anak kita. Panutan utama bagi anak kita. Engkau sebagai wanita telah diberi kerhormatan oleh Allah sebagai tiang (pondasi) agama. Jika rusak akhlakmu sebagai wanita maka rusak pula akhlak keluarga kita, anak kita, bangsa kita dan agama kita. Jagalah selalu kehormatanmu.
Duhai istriku, marilah kita hidup zuhud di dunia ini. Kita ambil seperlunya saja kebutuhan kita didunia ini dan ambil sebanyak-banyaknya bekal untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak. Mari kita belanjakan harta kita dijalan Allah.
Janganlah kita berlebih-lebihan (bermegah-megah) didunia ini. Sungguh Allah telah memperingatkanbahwa bermegah-megah akan membuat kita lalai. Ketahuilah istriku, bahwasanya kelak didalam surga Allah akan memerintahkan kepada para Malaikat untuk mengundang orang-orang yang ketika didunia hidup zuhud untuk menghadiri pernikahan Isa putra Maryam. Tidakkah engkau ingin mendapat kehormatan ini?
Duhai istriku, marilah kita senantiasa berusaha menyisihkan harta kita untuk bersedekah. Jangan pernah menolak apabila ada orang yang miskin yang meminta sedekah kepadamu, berikanlah walau hanya seratus rupiah atau bahkan hanya dengan sebentuk senyuman.
Ketahuilah istriku, sesungguhnya orang-orang miskin adalah tamu-tamu Allah kelak didalam surga. Tidakkah kita merasa terhormat apabila bisa memberikan harta kita kepada tamu-tamu Allah? Sungguh Allah tidak akan pernah menyianyikan pemberian hambaNya.
Duhai istriku, surga adalah sebaik-baiknya tempat untuk kita kembali. Allah telah menjanjikan berjuta kenikmatan didalamnya.
Ketahuilah istrikku, bahwasannya kenikmatan-kenikmatan didalam surga tidak ada nilainya dibandingkan dengan kenikmatan ketika kita bertemu langsung dengan Allah tanpa hijab.
Ketahuilah istriku, bahwasanya kita tidak akan bisa masuk kedalam surga tanpa ijin dan ridho dari Allah. Bahwa sesungguhnya segala ibadah kita adalah sekedar untuk mendapatkan ijin dan ridho Allah supaya kita dapat memasuki surgaNya. Maka tujukanlah segala amal ibadah kita kepada Allah, iklaskan semua hanya untuk Allah demi mendapatkan ridhoNya.
Duhai istriku, jadilah engkau pribadi yang pandai bersyukur atas segala pemberian Allah. Karena sesungguhnya Allah telah mencukupkan segala rizki kepada hambaNya. Dan Allah akan terus menambahkan kenikmatan dan rizkiNya kepada hamba-hambanya yang pandai bersyukur. Bersyukurkah engkau dengan mengingat Allah dan mendirikan sholat.
Duhai istriku, bersabarlah engkau ketika ditimpa musibah. Ketahuilah bahwa Allah tidak akan menimpakan suatu musibah diluar kemampuan kita untuk menanggungnya. Bersabarlah engkau dengan mengingat Allah, dengan mendirikan sholat. Mohonlah pertolongan Allah dengan sabar dan sholat.
Duhai istriku, engkau adalah pakaian untukku, engkau adalah penutup segala aibku. Ketahuilah bahwasannya junjungan kita Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda bahwa seindah-indahnya perhiasan didunia ini adalah istri yang sholehah.
Maka jadikanlah aku laki-laki yang berbahagia karena memiliki perhiasan yang terindah di dunia. 28 Rabi Al-Thani 1429 Hijr. [Dikutip dari http://dreamcorner.net/catatan/personal/nasihat-untuk-istriku-tercinta.]

PROFESI WARTAWAN

MENJADI wartawan bukan profesi asal pilih, talenta dan motifasi adalah kekuatan utama sebelum pilihan itu benar-benar dijatuhkan. Banyak yang menyangka menjadi wartawan cukup dengan mengantongi kartu pers, maka selesailah semua. Tidak heran jika kemudian predikat wartawan banyak disandang orang. Bahkan cukup dengan menenteng kamera, terlebih berlensa panjang, maka isi kepala orang kebanyakan sontak menyimpulkan itu pasti wartawan.
Beberapa waktu lalu, saya mampir di salah satu Stasion Pengisian Bensin Umum (SPBU) di Kota Makassar. Dua orang pria muda, dengan sigap melayani mulut tangki bensin kendaraan saya. Usai menarik nozel pompa, salah seorang dari mereka bertanya, “Bapak wartawan?,” ujarnya dengan nada serius. Stiker media tempat saya mengabdi, ukuran tiga centimeter membentang manis di kaca mobil, itulah yang ditandainya. “Ya..memang kenapa,” jawabku. “Saya juga wartawan,” ujarnya dengan senyum bangga.
Rupanya lembaran yang ditarik dari dompetnya adalah selembar kartu wartawan, yang dikeluarkan media mingguan yang terbit di Kota Makassar. Saya menjabat tangannya erat-erat, tersenyum penuh arti, dan kemudian pamit meninggalkan SPBU yang rupa-rupanya mempekerjakan ‘wartawan’ sebagai petugas pelayan bensin. Sepanjang jalan otak saya tidak berhenti bertanya, dengan dasar apa kartu wartawan itu dikeluarkan kepada Mansyur, si ‘wartawan’ pelayan bensin tadi.
Kejadian serupa acapkali saya temui, salah satu lainnya adalah saat bertemu nara sumber yang beritanya sedang saya tulis. Pria tambun paruh baya itu keturunan suku Tionghoa. Cerdas, kaya dan sangat terlihat familiar, sebelum memulai wawancara saya, Ko Hasian kira-kira begitulah sapaan akrabnya, menarik selembar kartu wartawan dari dompetnya. “Hati-hati pak, saya juga wartawan,” ujarnya dengan senyum lebar penuh percaya diri. Kartu wartawan yang dipegangnya dikeluarkan media mingguan yang juga terbit berkala di Makassar. ‘Wartawan’ seperti Ko Hasian juga Mansyur, jumlahnya tak terhingga di Makassar, mungkin juga di seluruh penjuru tanah air.
Jadi sesungguhnya siapa yang pantas menyandang gelar wartawan?, apakah mereka yang wara-wiri tenteng kamera, si Mansyur, atau Ko Hasian?. Cerita lain soal ‘wartawan’ acapkali terdengar miris, karena berkaitan dengan prilaku memeras, mengancam, meminta fasilitas gratis, bahkan sampai mengacaukan barisan antri di unit pelayanan social. Seorang kepala sekolah di Jeneponto, terpaksa harus dilarikan kerumah sakit, dua hari terbaring lemas, jantungnya kumat setelah menghadapi empat orang ‘wartawan’ yang meminta jatah alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dengan alasan dana pengamanan media.
Salah seorang kolega yang kebetulan menjabat kepala dinas di Kota Makassar, buru-buru memasukkan empat lembar pecahan Rp50 ribu ke dalam amplop, saat saya wawancarai. Amplop itu disodorkan kepada saya, menurutnya itu lazim untuk mempercepat wawancara dan menghindari pertanyaan proyek, atau mempercantik isi berita besok. Saya tersenyum kecut, nilai saya sebagai wartawan begitu rendah di matanya. Tetapi kolega itu tidak sepenuhnya salah, prilaku ‘wartawan’ memang membentuk sikap pejabat dalam menghadapi para pekerja media, terserah apakah dia wartawan sesungguhnya, atau wartawan SPBU (Siap Pungut Berapapun Uangnya).
Jadi apakah semua wartawan menerima amplop dan isinya?. Pertanyaan itu dilontarkan salah seorang kawan saat kami minum kopi bersama. Saya katakan tidak..!. Kolega saya yang kepala dinas kota itu, amplopnya saya tolak. Awalnya dia terlihat kaget, kecewa kemudian bertanya-tanya, mengapa uang itu tidak saya terima. Apakah seandainya nilai yang dimasukkan Rp1 juta juga akan saya tolak?. Jawabannya tergantung…maksudnya tergantung apakah saat itu saya tidak dalam kesulitan untuk bayar utang atau tagihan yang jatuh tempo. Namun kata saya, selama berprofesi sebagai wartawan, saya bertekad untuk tidak bersinggungan uang dengan nara sumber. Alhamdulillah, itu bisa saya jalani sekalipun penuh dengan pertempuran batin.
Pernah sekali saya diperhadapkan dengan godaan uang, ketika itu menjelang pemilihan walikota. Salah seorang wakil walikota yang saya wawancarai, menelepon menyatakan rasa puas atas wawancara yang saya turunkan keesokan harinya. Saya diundang ke kantornya, kami ngobrol santai dan makan siang bersama. Saat pamit, sang wakil walikota yang kemudian terpilih itu menyodorkan amplop, isinya Rp1 juta. Saya katakana untuk harga halaman koran yang berisi wawancaranya, sudah ditetapkan kantor senilai Rp500 ribu, sehingga pembayarannya lebih. Sambil merangkul saya, pejabat itu mengatakan yang Rp500 ribu itu milik saya, sebagai perasaan puas atas hasil wawancaranya. Saya menerima dengan hati penuh gejolak.
Beberapa waktu kemudian, saya menelepon wakil walikota yang baik hati itu, dan mengabarkan bahwa uang Rp500 ribu itu sudah menjadi kambing kurban bagi panti asuhan pengungsi muslim Timor Timur di Km19 Biringkanaya Makassar. Ia terperangah dan merasa tidak mengirim kambing kurban bagi anak panti. Selesai mengirim daging kambing itu, saya merasa derajat kewartawanan saya tidak jatuh begitu saja. Sering kali menghadapi situasi sulit yang dilematis soal uang dengan nara sumber, saya memilih siasat berbagi dengan mereka-mereka yang berhak.
Wartawan…apakah menerima amplop berisi uang, tiket, kamar hotel, fasilitas lain yang bernilai rupiah boleh jadi akan berhadapan dengan pertempuran batin yang sengit. Harga diri, derajat profesi, seakan diperhadapkan dengan kenyataan bahwa citra kita sedang dalam proses degradasi. Sebelum membetulkan letak parkir kendaraan saya, seorang tukang parkir yang saya kenal dekat lari tergopoh-gopoh, “Parkirnya di sini saja pak wartawan,” ujarnya, sembari menarik plang bertuliskan khusus pemilik ruko. Wartawan kembali menerima fasilitas khusus…!!!!

Makassar, 17 November 2009.

Zulkarnain Hamson
+62811-469274

Selasa, 17 Agustus 2010

PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN

ISLAM adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta’ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya.
Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar-Ruum : 30).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama.
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi”. (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat”. (Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku”. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : “Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab”.
Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Ta’ala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata : “Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!”.
Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya:
“Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
(An-Nur : 32).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya :
“Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu).
Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.
Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu pernah berkata : “Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan”. (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul ‘Arus hal. 20). [ Disalin dari http://assunnahsurabaya.wordpress.com]